Aeldra
Smith, itulah namaku. Aku, adalah seorang gadis berumur 12 tahun yang selama
ini hidup bahagia bersama kedua orang tuaku dan Kakak perempuanku, Alicia
Smith.
Namun, kebahagiaanku berubah sejak
Kakakku mengidap penyakit Leukimia yang mematikan. Demi kesembuhan Kakakku,
Ayah dan Ibu berencana untuk membawa Kakak berobat ke Australia. Menurut
rencana Ayah dan Ibu, Aku akan dititipkan kepada Tante dan Pamanku yang berada
di Jepang.
Ayah, Ibu dan Kak Alicia telah
berangkat kamarin menuju Australia. Hari ini, adalah hari terakhir Aku berada
di kamar kesayanganku. Aku menggenggam pegangan koper biruku yang telah terisi
penuh oleh barang-barangku. Mataku sudah tak kuat menahan kesedihan yang
kualami. Aku sangaaat menyayangi Kakak dan Aku akan terus berdoa agar Kakak
cepat sembuh. Dengan segera, Aku pergi menuju ke depan rumahku.
Sesampainya di luar, Aku segera
mengunci pintu rumah dan menggembok pagar rumahku yang bercat putih. Lalu, Aku
dibantu oleh supirku Mr. Andrean memasukkan koper dan tas ransel biruku ke
dalam bagasi mobil. Setelah semua barang telah masuk, Aku segera masuk ke dalam
mobil dan berangkat menuju Bandara.
Perjalanan 15 menit yang kulewati
bersama supirku, kuhabiskan separuhnya untuk mengenang segala kenangan indah
yang telah kulewati bersama. Aku mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang
selama ini kualami bersama orang-orang yang kucintai, dari yang menyenangkan
dan manis untuk dikenang sampai yang pahit untuk kuingat.
“Nona, kita telah sampai di Bandara.
Nona bisa menunggu di bangku itu dulu sambil menunggu saya kembali,” ujar Mr.
Andrean kepadaku sambil menunjuk bangku panjang yang ada beberapa meter dari
tempat parkir.
“Baiklah...” jawabku singkat. Aku
pun segera keluar dari mobil dan menyeret koperku menuju tempat dimana bangku
yang dimaksud Mr. Andrean.
Sesampainya di tempat bangku berada,
Aku segera duduk diatas bangku dan segera menyalakan iPodku untuk mendengarkan
lagu.
Tak berapa lama kemudian, Mr.
Andrean datang dengan tangan kanan menenteng ransel biru kesayangku dan tangan
kirinya memegang sebuah tiket.
“Ini tiketnya Nona...” ujarnya sopan
seraya memberikan selembar tiket pesawat kepadaku.
“Terima kasih,” jawabku sambil
membuat senyum tipis yang manis.
“Sebentar lagi... pesawat akan
berangkat. Mungkin... Aku akan lama tidak melihatmu lagi, Mr. Andrean...”
ujarku pelan seraya menyabut earphone yang tadinya terpasang dikedua telingaku.
“Hmmm... itu memang kemungkinan yang
dapat terjadi. Namun... Aku mempunyai pesan untuk Nona, hadapilah... semua yang
telah terjadi dan cobalah semua yang sebelumnya belum kau ketahui.” Jawab Mr.
Andrean bijak. Aku menatapnya sejenak lalu berujar,
“Mulai sekarang, kau tak perlu
memanggilku dengan sebutan Nona. Cukup kau panggil Aku dengan sebutan, Aeldra
saja...” ujarku.
“Tapi, Nona...”
“Aeldra...”
“B...baiklah... kalau itu memang
maumu,”
Waktu sepuluh menit sebelum keberangkatanku ke Jepang
kuisi dengan berbagi kisah dengan Mr. Andrean, satu hal yang baru ketahui
sekarang, ia adalah pendengar yang baik