Blog List
Jumat, 20 September 2013
Perpisahan
Terkadang... sebuah Perpisahan itu adalah Kekuatan dalam Persahabatan. Karena Perpisahan dapat mengulang jutaan Memori Indah yang ada dalam Persahabatan. :'(
Memories in Japan part 2
Sepuluh menit telah berlalu, ini
adalah waktuku untuk menaiki pesawat. Sebagai salam perpisahan, Aku melambaikan
tangan dan memberikan senyuman manis kepada Mr. Andrean. Ia membalas lambaian
tangan dan senyumanku. Kulihat, wajahnya yang masih tampak muda diusianya yang
sudah berkepala tiga, terlihat ia memancarkan sinar kasih sayang yang tulus
kepadaku. Aku bertambah, tak tega meninggalkannya. Meninggalkan orang-orang
yang kucintai dan kota tempatku lahir.
Sekarang, Aku telah berada di dalam
pesawat. Disampingku duduk seorang wanita anggun yang memakai jaket kulit
berwarna coklat muda dengan bulu-bulu halus dibagian lingkar lehernya.
“Hmmm... Hai! Boleh kutahu namamu?”
sapanya ramah. Aku menatapnya sejenak lalu menjawab sapaannya.
“Tentu... namaku Aeldra Smith...”
jawabku tanpa menanyakan nama pemilik wajah anggun nan cantik yang ada
dihadapanku.
“Nama yang bagus. Namaku, Laura
Garcia. Bagaimana... kalau kita berbincang-bincang sejenak?” tawar wanita
tersebut yang bernama Laura.
“Ya, tentu...” jawabku singkat. Aku
dan dia pun menceritakan berbagai pengalaman yang terjadi. Sampai pesawat
tinggal landas pun, kami berdua masih terlarut di dalam perbincangan kami
berdua.
“Ohh... jadi, itu alasanmu pindah ke
Jepang. Hmmm... kudoakan agar Kakakmu cepat sembuh, ya?” ujar Laura halus
setelah Aku menceritakan alasanku pergi ke Jepang.
“Terima kasih, Laura.” jawabku
singkat.
“Dulu... Aku juga mempunyai
pengalaman sama sepertimu, pergi jauh dari orang-orang yang kusayang. Namun,
alasanku berbeda denganmu. Alasanku, adalah karena kedua orang tuaku tidak
menerima keberadaanku. Mereka sangat membenciku. Itu semua, karena mereka yang
menganggap, Aku yang membunuh Adikku,” cerita Laura. Pengalamannya jauh lebih
menyakitkan dari yang kualami.
“Mem...membunuh... a...adikmu?”
tanyaku gagap karena terkejut.
“Hmmm... maksudku, kedua orang
tuaku menganggapku adalah penyebab kecelakaan yang dialami oleh Adikku. Saat
itu, Aku berumur dua belas tahun dan Adikku, Amelda, berumur sembilan tahun.
Saat itu, Aku sedang kesal terhadapnya karena telah merusak rancangan bajuku
yang akan dipajang di pameran esok hari. Aku pun membentak dan memarahinya
sampai ia menangis dan keluar dari rumah. Tak lama setelah Adikku berlari
keluar rumah, Aku mendengar keributan dari luar. Saat Aku melihat apa yang
terjadi ternyata, Amelda telah tergeletak tak berdaya dengan darah bercucuran
dari pelipis dan mulutnya. Aku merasa bersalah saat itu. Aku menyesal, Aku
menyesal telah membentak dan memarahinya. Aku sangaaat menyesal saat itu.
Hiks...hiks...” jelas Laura sambil terisak.
“Baiklah, cukup cerita darimu.”
ujarku sambil berusaha menenangkan Laura. Aku memberikannya air putih yang
telah tersedia, ia meneguknya perlahan. Kulihat, ia sudah lebih tenang dari
sebelumnya.
“Te...terima... terima kasih,
Aeldra.” ujarnya. Aku mengangguk.
Perjalananku menuju Jepang diwarnai
dengan kisah-kisahku dengan Laura yang kami ungkap bersama.
Jumat, 13 September 2013
Memories in Japan part 1
Aeldra
Smith, itulah namaku. Aku, adalah seorang gadis berumur 12 tahun yang selama
ini hidup bahagia bersama kedua orang tuaku dan Kakak perempuanku, Alicia
Smith.
Namun, kebahagiaanku berubah sejak
Kakakku mengidap penyakit Leukimia yang mematikan. Demi kesembuhan Kakakku,
Ayah dan Ibu berencana untuk membawa Kakak berobat ke Australia. Menurut
rencana Ayah dan Ibu, Aku akan dititipkan kepada Tante dan Pamanku yang berada
di Jepang.
Ayah, Ibu dan Kak Alicia telah berangkat kamarin menuju Australia. Hari ini, adalah hari terakhir Aku berada di kamar kesayanganku. Aku menggenggam pegangan koper biruku yang telah terisi penuh oleh barang-barangku. Mataku sudah tak kuat menahan kesedihan yang kualami. Aku sangaaat menyayangi Kakak dan Aku akan terus berdoa agar Kakak cepat sembuh. Dengan segera, Aku pergi menuju ke depan rumahku.
Ayah, Ibu dan Kak Alicia telah berangkat kamarin menuju Australia. Hari ini, adalah hari terakhir Aku berada di kamar kesayanganku. Aku menggenggam pegangan koper biruku yang telah terisi penuh oleh barang-barangku. Mataku sudah tak kuat menahan kesedihan yang kualami. Aku sangaaat menyayangi Kakak dan Aku akan terus berdoa agar Kakak cepat sembuh. Dengan segera, Aku pergi menuju ke depan rumahku.
Sesampainya di luar, Aku segera
mengunci pintu rumah dan menggembok pagar rumahku yang bercat putih. Lalu, Aku
dibantu oleh supirku Mr. Andrean memasukkan koper dan tas ransel biruku ke
dalam bagasi mobil. Setelah semua barang telah masuk, Aku segera masuk ke dalam
mobil dan berangkat menuju Bandara.
Perjalanan 15 menit yang kulewati
bersama supirku, kuhabiskan separuhnya untuk mengenang segala kenangan indah
yang telah kulewati bersama. Aku mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang
selama ini kualami bersama orang-orang yang kucintai, dari yang menyenangkan
dan manis untuk dikenang sampai yang pahit untuk kuingat.
“Nona, kita telah sampai di Bandara.
Nona bisa menunggu di bangku itu dulu sambil menunggu saya kembali,” ujar Mr.
Andrean kepadaku sambil menunjuk bangku panjang yang ada beberapa meter dari
tempat parkir.
“Baiklah...” jawabku singkat. Aku
pun segera keluar dari mobil dan menyeret koperku menuju tempat dimana bangku
yang dimaksud Mr. Andrean.
Sesampainya di tempat bangku berada,
Aku segera duduk diatas bangku dan segera menyalakan iPodku untuk mendengarkan
lagu.
Tak berapa lama kemudian, Mr.
Andrean datang dengan tangan kanan menenteng ransel biru kesayangku dan tangan
kirinya memegang sebuah tiket.
“Ini tiketnya Nona...” ujarnya sopan
seraya memberikan selembar tiket pesawat kepadaku.
“Terima kasih,” jawabku sambil
membuat senyum tipis yang manis.
“Sebentar lagi... pesawat akan
berangkat. Mungkin... Aku akan lama tidak melihatmu lagi, Mr. Andrean...”
ujarku pelan seraya menyabut earphone yang tadinya terpasang dikedua telingaku.
“Hmmm... itu memang kemungkinan yang
dapat terjadi. Namun... Aku mempunyai pesan untuk Nona, hadapilah... semua yang
telah terjadi dan cobalah semua yang sebelumnya belum kau ketahui.” Jawab Mr.
Andrean bijak. Aku menatapnya sejenak lalu berujar,
“Mulai sekarang, kau tak perlu
memanggilku dengan sebutan Nona. Cukup kau panggil Aku dengan sebutan, Aeldra
saja...” ujarku.
“Tapi, Nona...”
“Aeldra...”
“B...baiklah... kalau itu memang
maumu,”
Waktu sepuluh menit sebelum keberangkatanku ke Jepang
kuisi dengan berbagi kisah dengan Mr. Andrean, satu hal yang baru ketahui
sekarang, ia adalah pendengar yang baik
Langganan:
Postingan (Atom)